Muhammad Rodli Kaelani
Sekretaris Jenderal DKN Garda Bangsa,
Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia
SETIAP tanggal 28 Oktober, kita setiap saat memperingati Hari Sumpah Pemuda . Sumpah Pemuda tahun 1928 merupakan tonggak penting pada sejarah bangsa Indonesia, di dalam mana semangat persatuan lalu kebangsaan dipelopori oleh anak-anak muda. Momentum ini berubah jadi puncak dari gerakan-gerakan anak muda yang telah dilakukan muncul sebelumnya, seperti kebangkitan nasional pada 1908, yang mana dipelopori oleh Budi Utomo.
Sejak itu, peran anak muda di pembaharuan sosial kemudian urusan politik tidaklah dapat dipisahkan dari dinamika pembaharuan bangsa. Bahkan, dalam era reformasi, anak-anak muda (mahasiswa) kembali bermetamorfosis menjadi garda terdepan di menuntut inovasi rezim otoritarianisme menuju demokrasi yang dimaksud lebih tinggi terbuka. Dengan kata lain, perjalanan bangsa Negara Indonesia selama 79 tahun terus-menerus diwarnai oleh spirit serta kepeloporan kaum pemuda.
Namun, 96 tahun pasca Sumpah Pemuda berlangsung, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin kompleks. Fenomena bonus demografi yang kerap dianggap sebagai “berkah” untuk bangsa, pada kenyataannya menyimpan beraneka paradoks. Generasi milenial lalu Gen Z, yang dimaksud berubah menjadi tumpuan harapan bangsa, tidak ada belaka menyebabkan prospek besar, tetapi juga dihadapkan pada tantangan-tantangan serius.
Paradoks Bonus Demografi
Bonus demografi yang digunakan dimaksud adalah lonjakan jumlah total penduduk usia produktif, yang dianggap sanggup menyokong pertumbuhan ekonomi. Dan ini memang sebenarnya merupakan momen langka, lantaran bukan semua negara memiliki kesempatan emas ini. Dimana penduduk berusia produktif (15-65 tahun) jumlahnya lebih tinggi besar dibandingkan usia 0 – 14 tahun lalu dalam melawan 65 tahun. Namun, realitasnya, bonus demografi ini juga menyimpan beberapa tantangan serius.
Tingkat pengangguran di dalam kalangan anak muda cukup tinggi. Tahun 2023, data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah total pengangguran pada kalangan anak muda tembus mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia muda. Situasi ini diperparah dengan kerentanan psikologis akibat tekanan sosial, ekonomi, juga budaya digital yang dimaksud semakin menguat.
Alih-alih berubah menjadi kelas menengah yang mana kuat, banyak di dalam antara mereka justru mengalami masalah di keadaan ekonomi yang tersebut stagnan, di dalam mana daya beli mereka itu menurunkan dan juga sikap individualistik semakin menguat bahkan aksi kriminalisme-kekerasan yang tersebut diwujudkan usia enteng semakin parah.
Gejala itu setidaknya bisa jadi diprediksi dengan melakukan pembacaan terhadap pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia selama 20 tahun terakhir yakni sejak 2003 hingga 2023 berjalan sangat melambat. Dimana bilangan peningkatan perekonomian Indonesi hanya sekali diangka 5% (Bappenas: 2024). Realitas ini kemudian berdampak pada trend penurunan daya beli. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan, September 2024 berlangsung deflasi sebesar 0,12 persen (VoA Indonesia).
Faktor ekonomi ini akan turut semakin memperparah kerentanan psikologis yang dihadapi generasi ini. Tahun 2023, Kemenkes merilis banyaknya 6,1 persen penduduk Indonesi berusia 15 tahun ke berhadapan dengan mengalami gangguan keseimbangan mental. Gangguan kesegaran mental yang tersebut dihadapi Gen z meningkat hingga mencapai 200%. Selain kesulitan ekonomi, hambatan pelik lain yang sedang dihadapi Gen Z ini adalah menguatnya sikap individualistik di dalam kalangan mereka.
Paradoks ini menunjukkan bahwa tak semua anak muda siap menghadapi bola kerja yang mana semakin kompetitif, sementara bumi urusan politik serta konstruksi tambahan banyak dikendalikan oleh kekuatan uang (pemodal). Di sini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berhasil meninjau adanya perpindahan nilai yang dimaksud wajib diantisipasi. PKB sebagai partai yang konsisten merangkul anak muda, mengawasi fenomena ini sebagai sebuah tantangan sekaligus kesempatan untuk meningkatkan kekuatan peran generasi muda di masa depan.
Alih Kepemimpinan: Tanggung Jawab Generasi kemudian Peran Partai Politik
Tantangan ini semakin relevan di konteks alih kepemimpinan nasional. Prabowo Subianto yang tersebut terpilih sebagai Presiden RI 2024-2029 memiliki tanggung jawab itu. Fenomena munculnya anak-anak muda yang mulai mengambil peran sebagai pejabat masyarakat merupakan sinyal positif.
Sesuatu yang mana sekarang juga berada dalam bermetamorfosis menjadi konsentrasi partai urusan politik untuk terus didorong, mengingat ceruk pemilih muda juga signifkan. Partai urusan politik mulai menyadari bahwa masa depan bangsa ada ke tangan anak muda, serta oleh akibat itu, peran mereka itu harus semakin dikuatkan.
Artikel ini disadur dari 96 Tahun Sumpah Pemuda, Refleksi PKB sebagai Partai Anak Muda